Taklukkan Tanah Bintan, Petani Milenial Ini Raup Rp 100 Juta dari Panen Tomat

  • Bagikan
Ilustrasi: Budidaya tomat dilakukan oleh seorang petani milenial

Mediatani – Di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, seorang pemuda bernama Eko Purwadi, menggeluti usahatani bersama orangtuanya sejak tamat SMK. Pada tahunan 2015 dia sempat pindah ke Jambi berganti profesi jadi karyawan swasta. Pada tahun 2016, dia bersama orangtuanya pindah ke Desa Lancang Kuning Kecamatan Bintan Utara Kabupaten Bintan.

Bermodal dari hasil penjualan rumah dan kebaikan pemilik lahan yang memberikan hak pengelolaan lahan seluas ± 1 Ha, pemuda berusia 27 tahun ini mulai merintis kembali jadi petani dan bertekad memperbaiki taraf hidup keluarganya.

Pada Agustus 2019, petani milenial ini melakukan usaha budidaya tomat. Berdasar dari pengalaman yang dia miliki sebelumnya di Takengon, serta infomasi yang dia dapat dari media sosial seperti youtube, diskusi dengan penyuluh di Kepri untuk menanam tomat tak sedikitpun luntur, meskipun dia tahu bahwa terdapat perbedaan yang nyata kondisi agroekosistem lahan antara Aceh dengan Kepulauan Riau khususnya Kabupaten Bintan. 

Perbedaan nyata adalah status kesuburan tanah di Aceh lebih bagus, juga perbedaan cuaca, iklim khususnya curah hujan, karena tipe iklim berbeda. Hal ini menjadi tantangan bagi petani milenial untuk menaklukan tantangan.

Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau (BPTP Kepri), Dr. Sugeng Widodo, mengapresiasi tekad petani milenial seperti Eko Purwadi dan menurutnya kemampuan teknis budidaya dan kelembagaan petaninya patut untuk didorong.

Selain tanggap terhadap teknologi digital, pemuda ini juga sudah membuat analisa usahatani yang dia geluti, sehingga memberikan gambaran arah bisnis kedepannya. Apakah usahatani yang dia kelola bisa untung atau rugi. Menurut pemuda ini biaya sarana produksi budidaya tomat Rp.2.500/batang.

Pada musim tanam pertama, pemuda tamatan SMK ini menanam tomat dengan dengan luasan ± 0.25, populasi ± 3.500 batang, varietas Servo F1, jarak tanam 50 x 50 cm, tanpa mulsa. Dari musim tanam pertama, dia mendapatkan hasil sebanyak ± 12 ton, rata–rata perbatang 3.,4 Kg.

Eco menjual hasil panennya ke pengumpul dengan harga Rp. 9.000 – 10.000/kg. Dari musim tanam pertama, ia meraup keuntungan ± Rp 100 juta. Setelah dikurangi biaya sarana produksi selama musim tanam.

Coba Bermulsa dan Tumpang Sari

Pada awal Januari 2020, Eco kembali menanam tomat, luasan ± 0.25 Ha, populasi ± 3.000 batang, varietas Servo F1, jarak tanam 50 x 60 cm, tanpa mulsa. Dari musim tanam kedua, dia mendapatkan hasil sebanyak ± 6 ton, rata–rata perbatang 2 Kg, harga Rp. 9.000 – 10.000/Kg. 

Dari musim tanam kedua meraup keuntungan ± Rp 50 juta. Penurunan produksi dikarenakan faktor cuaca sangat ekstrim serta terjadi serangan hama maupun penyakit.

Eko juga senang membuat inovasi dengan tujuan menambah ilmu dan pengalamannya. Kedepanya dia sudah punya gambaran usahatani apa yang bisa memberi manfaat.

Pada musim tanam ketiga, Eco mencoba menerapkan teknologi penggunaan mulsa, tumpangsari dengan tanaman cabai rawit dan perbandingan antara teknik persemaian dengan penanaman bibit secara langsung ditanam.

Penerapan beberapa teknologi budidaya itu menurutnya dilakukan untuk melihat perbandingan produksi, tingkat pertumbuhan, serangan hama ataupun penyakit antara penggunaan media mulsa atau tanpa mulsa serta tanam langsung atau dilakukan persemaian. 

Sedangkan perlakuan tumpang sari dilakukan antara cabai rawit dengan tomat. Menurutnya, sekalipun cuaca sangat ekstrim, Eco mengatakan seandainya tomat tidak dapat memproduksi dengan maksimal, dia masih bisa dapat hasil dari tanaman cabai. Selain budidaya tomat, di atas lahan ± 1 Ha, pemuda ini juga menanam cabai, pepaya dan pemamfaatan embung/DAM untuk budidaya ikan nila. 

Penyuluh BPTP Kepri Jonri S Sitompul dan penyuluh DKPPKH Provinsi Fikriah, saat mengunjungi lahan Eko, menyarankan perlu adanya perbaikan teknologi budidaya, baik pemilihan varietas, persemaian bibit sehat, pola tanam, penggunaan sistem irigasi tetes (drip irrigation), metode pencegahan sebelum terserang hama dan penyakit, pengendalian OPT, pemupukan dan penggunaan pestisida tepat dosis dan tepat sasaran.

 Profesi yang Menjanjikan

Beberapa pejabat Kabupaten Bintan pun melakukan kunjungan ke tempat budidaya Eco Purwadi. Diantaranya  Wakil Bupati Kabupaten Bintan  Drs. H. Dalmasri Syam, M.M, Anggota DPRD Kabupaten Bintan, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bintan Beserta Staff beserta petani.

Sebagai petani millenial, Eko berharap kedepannya bisa  membuka lahan tomat secara luas dengan menggunakan teknologi Green House dan menjadi contoh bagi petani muda dan petani lainnya khususnya petani di kabupaten Bintan, Serta adanya pendampingan teknologi dan pertemuan bisnis agar memotivasi generasi milenial lainnya melalui sharing informasi bisnis.

Regenerasi

Sejalan dengan program Kementerian Pertanian (Kementan), BPTP Kepri terus melakukan terobosan meningkatkan produksi pertanian di berbagai komoditas melalui peningkatan minat generasi muda. Petani milenial adalah pilihan strategis untuk regenerasi dan meningkatkan produktivitas pertanian. Kementan membuat gerakan 1 juta petani milenial,  sebagai program prioritas membangun manusia Indonesia di 2019 (Balitbangtan, 2019).

Petani milenial adalah mereka yang tergolong ke dalam usia milenial yaitu, 19 – 39 tahun. Atau, petani yang tidak berada dalam selang  umur tersebut tetapi berjiwa milenial, tanggap teknologi digital, tanggap alsintan dan mempunyai lahan,” (BPPSDMP, 2019). 

Sedangkan teknologi yang didapatkan berasal berbagai sumber baik dari Balitbangtan, lembaga research, dan atau dengan petani maju yang didapatkan dari media informasi online, mainstream, youtube, dan media tercetak lainnya.

Kepala BPTP Kepri, Dr. Ir. Sugeng Widodo, MP., mengatakan mulai tahun 2019 Balitbangtan dan Badan SDM Kementan RI bekerjasama dalam menumbuhkan petani milenial di masing-masing daerah.

BPTP Kepri telah menjalin kerjasama dengan Dinas Pertanian baik di tingkat provinsi maupun di kabupaten/kota yang ada di Provinsi Kepulauan Riau. 

Kegiatan yang dilakukan mulai dari sosialisasi di media radio, media sosial, dan media surat kabar online, kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi dan pendataan petani milenial, dan setelah diketahui data dan informasi mengenai kondisi dan potensi petani milenial.

 BPTP Kepri  melakukan pembinaan baik teknis maupun kelembagaan petani milenial. Namun karena adanya kendala Covid-19 beberapa kegiatan dilakukan dengan menggunakan media teknologi komunikasi melalui online atau virtual.

tabloid Sinar Tani. com

  • Bagikan