Telur dari Jatim Banjiri Garut, Hendra: Telur Peternak Lokal Kurang Laku

  • Bagikan
ilustrasi ayam petelur/ist

Mediatani – Kesulitan saat ini tengah dihadapi para peternak ayam petelur di Kabupaten Garut.

Hal ini menyusul ‘serbuan’ telur ayam dari wilayah Jawa Timur yang membanjiri wilayah Garut sehingga menyebabkan telur ayam dari peternak lokal di Garut kurang laku.

Maraknya pasokan telur ayam dari wilayah Jawa Timur ke Garut belakangan ini diungkapkan Ketua Paguyuban Peternak Ayam Petelur Garut (PPAPG), Hendra Permana, dilansir Jumat (5/2/2021) dari situs berita Pikiran-rakyat.com.

Kondisi seperti ini diakuinya telah merugikan para peternak ayam petelur lokal di Garut.

“Dengan banyaknya pasokan telur ayam dari wilayah Jatim yang masuk ke Garut, maka ini tentu merugikan para peternak ayam petelur yang ada di Garut. Hal ini dikarenakan telur ayam yang mereka hasilkan menjadi kurang laku karena harga telur ayam dari Jatim itu lebih murah,” ujar Hendra saat ditemui di lokasi peternakan ayam petelur miliknya di kawasan Kadungora, Kamis (4/2/2021) dikutip Jumat (5/2/2021).

Dikatakannya, saat ini harga jual telur ayam lokal dari peternak di Garut berkisar diangka Rp20.000 per kilogram.

Sedangkan, telur ayam yang berasal dari Jatim harganya lebih murah yakni hanya di kisaran Rp17.000 per kilogram sehingga para pedagang di pasar lebih memilih telur ayam yang berasal dari Jatim.

Maka dari itu tak heran, dia melanjutkan, bahwa kalau akhir-akhir ini para peternak ayam petelur yang ada di Garut lebih sering gigit jari karena telur yang dihasilkannya kurang laku.

Lantaran harus menyaingi harga telur ayam yang berasal dari luar itu, rasanya tidak memungkinkan.

Apalagi menurut Hendra, saat ini ditambah dengan harga pakan ternak ayam pun sedang tinggi.

Biasanya harga pakan ayam hanya Rp300.000 per karung dengan berat 50 kilogram, tetapi akhir-akhir ini naik menjadi Rp315.000.

“Dengan perbedaan harga Rp 3 ribu saja per kilogram, ya jelas para pedagang di pasar-pasar akan lebih memilih telur ayam yang berasal dari luar. Mereka mau-mau saja membeli telur dari peternak lokal dengan syarat harganya minimal sama dengan harga telur dari luar. Dan itu sangat tak mungkin,” jelasnya.

Hendra menyebut bahwa adanya perbedaan harga telur ayam antara yang dihasilkan peternak ayam di Garut dengan yang berasal dari Jatim ini kemungkinan karena harga pakan yang berbeda.

Jika peternak lokal memaksakan diri untuk membanting harga telur ayam agar sama dengan yang dari Jatim, maka sudah dapat dipastikan mereka akan mengalami kerugian.

Keadaan seperti ini menurut dia, tentunya tidak bisa dibiarkan terus karena bisa-bisa akan membuat seluruh peternak ayam petelur yang ada di Garut gulung tikar.

Dia pun meminta pemerintah segera turun tangan untuk mengatasi permasalahan ini, salah satunya dengan mengendalikan harga pakan.

Hendra menyampaikan rasa herannya kenapa bahan baku pakan ternak ayam berupa jagung di Garut ini yang kini sangat sulit didapatkan.

Padahal semua tahu jika Garut ini merupakan penghasil jagung terbaik yang ada di Jawa Barat.

Bahkan disebut-sebut sebagai kabupaten jagung.

Sulitnya untuk mendapatkan bahan baku pakan ternak berupa jagung ini, tambah Hendra, dimungkinkan menjadi penyebab mahalnya harga pakan ternak di Garut selama ini.

Dirinya mengaku sangat menyesalkan hasil produksi jagung yang sangat melimpah akan tetapi semuanya dijual ke pabrik pakan yang ada di luar Garut.

“Karena jagung yang dihasilkan di sini yang begitu melimpah dijual semuanya ke luar, maka jadinya kita di sini kesulitan mencari bahan baku pakan ternak. Akibatnya untuk pakan ternak, kita harus membeli dari luar dengan harga yang tinggi sehingga tak mungkin kita menjual telur dengan harga yang lebih rendah lagi,” ucap Hendra.

Lebih jauh Hendra mengungkapkan, jika saat ini jumlah peternak ayam petelur yang tergabung di PPAG mencapai 200 peternak.

Semuanya kini mengeluhkan sulitnya menjual hasil telur akibat maraknya pasokan telur dari Jatim.

Rata-rata peternak di Garut memiliki 1.200 ekor ayam yang mana tiap harinya bisa memproduksi telur hingga 58 kilogram.

Dengan jumlah peternak di Garut yang saat ini mencapai 200, Hendra berujar optimis bahwa kebutuhan telur di Garut akan bisa terpenuhi dengan hanya mengandalkan telur dari para peternak lokal.

Untuk bisa meringankan beban para peternak lokal serta menjaga stabilitas harga telur lokal, Hendra berharap di Garut dibangun pabrik pakan ternak.

Dengan demikian para peternak tidak lagi harus membeli pakan dari luar yang haragnya jauh lebih mahal. (*)

  • Bagikan