Akurasi Data Stok Pangan Masih Rendah

  • Bagikan
antarafoto.com

Mediatani.co — Tata kelola pangan yang baik bergantung pada ketersediaan data produksi dan stok pangan yang akurat. Data produksi penting sebagai dasar pengambilan kebijakan sehingga dampaknya terasa oleh masyarakat.

Meskipun demikian, pengamat pertanian Khudori menilai bahwa data stok pangan yang telah menyebar ke masyarakat memiliki tingkat validitas yang rendah, khususnya swasta dan masyarakat. Menurutnya, hal ini yang menyebabkan gejolak harga pangan masih  terus terjadi akibat kesalahan kebijakan yang bersumber data yang tidak akurat.

“Data stok yang terbuka ke publik kan cuma beras yang ada di Bulog. Untuk data yang pangan di masyarakat tidak ada yang punya,” ujar Khudori, Kamis (7/12).

Sebelumnya, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian telah menjamin bahwa stok pangan jelang perayaan Natal 2017 dan Tahun Baru 2018 aman. Diakui juga oleh pemerintah bahwa hingga saat ini Perum Bulog pun masih memiliki stok sebesar 1,1 juta ton.

Selain komoditi beras Bulog juga memiliki stok untuk komoditas pangan lainnya. Stok daging kerbau beku sebanyak 18.000 ton, di mana masih ada 6.000 yang masih dalam proses pengiriman. Gula sebanyak 413.000 ton, jagung 29.596 ton, daging sapi 17 ton, minyak goreng 1,04 juta liter, dan bawang merah 42 ton serta bawang putih 300 ton.

Khudori pun menjelaskan, stok akhir yang dimiliki Bulog belum bisa dikatakan aman, antara kondisi pasar yang mudah terguncang. Menurutnya, stok akhir tahun ideal sebesar 1,5 juta ton.

Pasalnya, Bulog harus tetap memperkirakan bantuan rastra bulan ini dan dua bulan berikutnya, Cadangan Beras Pemerintah, dan juga apabila dilakukan operasi pasar.

Direktur SDM dan Umum Perum Bulog Febriyanto mengatakan, hingga akhir tahun Bulog penyerapan komditi beras dalam negeri akan dilakukan hingga akhir tahun. Akan tetapi menurut Khudori pengadaan beras domestik sebetulnya tidak banyak membantu.

“Kalaupun ada tambahan jumlahnya tidak besar. Bulog bisa menambah pengadaan tentu dengan menyesuaikan harga pembelian ke atas. Tapi risiko kerugian harus ditanggung Bulog,” tutur Khudori.

Khudori pun mengusulkan, supaya pemerintah bisa mengambil opsi yang lain misalnya dengan melakukan impor beras. Menurut dia, kebijakan penghentian impor merupakan langkah tergesa-gesa yang dilakukan oleh pemerintah padahal hal tersebut dijamin oleh Undang-undang .

“Ini jalan terakhir. Kalau memang situasinya tidak memungkinkan lagi memperbesar pengadaan dari domestik, tidak perlu malu untuk impor,” pungkasnya.

  • Bagikan