Jelang Tahun Politik, Petani Rawan Dipolitisasi

  • Bagikan

Mediatani.co — Ketua Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI), Kamhar Lakumani mengungkapkan akan terjadi politisasi petani dan dana desa di tahun 2018 dan 2019 mendatang.

Hal itu dikarenakan 2018 merupakan tahun politik, di mana akan ada ratusan Pilkada serentak yang dilaksanakan sekaligus berlanjut dengan pemilihan anggota legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres) secara bersamaan di tahun 2019.

“Nantinya, bisa muncul kebijakan dan program yang bernuansa, bermuatan atau berorientasi politik,” kata Kamhar dalam acara “Outlook Pembangunan Pertanian 2018” di IPB Bogor, Jumat (22/12).

Kamhar menjelaskan, politisasi seperti alokasi anggaran yang semakin meningkat, namun belum berkorelasi secara seimbang dengan peningkatan taraf hidup dan kualitas hidup petani. Petani hanya dimanfaatkan untuk meraih suara pada ajang pemilu.

“Ini mesti ditelaah dan dilakukan kontrol. Jangan sampai program-program itu hanya ibarat memberi ikan untuk memancing suara dan dukungan di tahun politik,” ujarnya.

Menurut Kamhar, semua pihak harus mencermati dan mengawasi agenda impor komoditi pertanian pada tahun politik. Hal itu, kata dia, supaya tidak terjadi upaya pengkondisian secara sistematis, apalagi sistem pendataan yang masih carut-marut.

Politik biaya tinggi yang masih terjadi, lanjutnya, akan menjadi pendorong kuat pembukaan keran dan pemberian kuota impor untuk mendapatkan biaya politik secara cepat dan aman karena tidak bersumber dari APBN yang pengawasannya ketat. “Kita berharap ini tidak terjadi,” tegasnya.

Sementara, Rektor IPB, Arif Satria mengemukakan, saat ini bangsa Indonesia mengalami krisis regenerasi petani, dimana 62 persen tenaga kerja di sektor pertanian berusia di atas 45 tahun. Pada sisi lain, ada peluang negara ini memasuki bonus demografi.

Jika sumber daya manusia (SDM) tidak disiapkan, akan seperti Jepang, dimana terjadi kelangkaan SDM untuk menjadi petani dan nelayan karena semua pindah kota. Penyebabnya antara lain karena perempuan Jepang tak ingin menikah dengan lelaki yang berprofesi sebagai petani atau nelayan.

“Industrialisasi pedesaan menjadi saluran dan katup penyelesaian persoalan agar desa menciptakan daya tarik. Faktor kendala, antara lain kenapa para sarjana atau orang-orang terbaik tidak pulang atau turun membangun desa adalah persoalan fasilitas dan kualitas pendidikan anak di desa selain juga karena persoalan infrastuktur desa,” ujar Arif.

  • Bagikan