Panduan Beternak Lebah Madu Klanceng di Masa Pandemi, Bisa Hasilkan Rp 10 Juta Perbulan

  • Bagikan
Ilustrasi/Peternak Lebah Kele atau Klanceng menunjukkan ternak lebahnya/IST

Mediatani – Seorang peternak lebah Madu Kele atau Klanceng asal Mengwi, Badung, Bali, Made Riawan sukses meraup keuntungan Rp 10 juta perbulan.

Pria yang kerap disapa Cupliz ini pun membagikan cerita suksesnya serta cara beternak lebahnya.

Dilansir dari Kompas.com awalnya pria 34 tahun itu menceritakan jatuh bangunnya dalam beternak lebah Madu Kele atau Klanceng ini. Hingga pada posisi saat ini Lebah jenis itu diketahui paling produktif dalam menghasilkan madu dengan rasa asam-manis. Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini banyak konsumen yang mencari madu sebagai kebutuhan kesehatan dan pengobatan.

Made sendiri mengaku senang, selain usaha madunya disukai banyak pelanggan, dirinya pun merasa bahagia bahwa dirinya bisa membantu banyak orang untuk sehat.

Untuk memulai Beternak Lebah Madu Klanceng, sapaanya, Cupliz merincikan sebagai berikut;

Pertama-pertama

Lebah ini harus butuh adaptsi iklim, jenis tumbuhan dan jenis bunganya karena lebah tersebut termasuk
lebah tanpa sengat atau berjenis Itama yang berasal dari Sumatera. Sementara dia harus beternak di Bali. Sehingga ternaknya harus membutuhkan waktu untuk beradaptasi.

“Mereka pindah ke Bali kan belajar lagi mencari bunga baru,” kata dia.

Mulanya, ketika lebahnya datang, dia memantau sejumlah koloni lebah miliknya. Biasanya, di awal-awal datang akan ada koloni lebah yang punah hingga ratu lebahnya mati. Ini karena tak bisa adaptasi dengan lingkungan di Bali. Namun, ada juga yang bisa beradaptasi dan bisa berkembang.

Dia menjelaskan, hal itu bagian dari seleksi alam. Dirinya kemudian belajar dan mencari tahu apa saja yang dibutuhkan agar lebah ini bisa mudah beradaptasi. Ternyata dia harus menyediakan vegetasi dengan cara menanam banyak bunga di sekitar peternakannya. Hal ini sebutnya juga akan memengaruhi jumlah madu yang dihasilkan.

“Tanpa vegetasi yang memungkinkan di lingkungan kita, maka madu tak akan ada karena bunga itu makanan lebah. Kita harus nanam bunga yang banyak dan penghijauan,” katanya.

Tahap kedua;

Selain bunga, yang paling penting ucapnya ialah menanam pohon yang mengandung getah seperti mangga, manggis, nangka, atau tanaman getah lainnya. Getah tersebut menjadi bahan olahan oleh lebah sehingga menjadi propolis dan menjadi pot madu.

Hal berbeda yang ia pelajari di sini ialah lebah kele berbeda dengan madu liar lainnya, yaitu dari struktur sarang hingga pot madu.

Tahap ketiga;

Pada tahap ini, lebah juga tetap harus dijaga, diperhatikan dan dimonitoring selalu agar tidak diserang predator, seperti laba-laba, semut, cicak, dan burung seriti atau walet.

Keempat;

Iklim yang terlalu panas juga sangat berpengaruh. Jika terlalu panas, Cupliz menerangkan, kondisi propolis dalam sarang mudah meleleh. Sehingga harus diantisipasi.

Tahap Kelima;

Masuk pada tahap untuk memanen, biasanya dari awal datang lebah hingga siap menghasilkan madu, lebah membutuhkan waktu delapan bulan untuk adaptasi. Setelah itu, baru bisa memanen madu dengan rata-rata dua bulan sekali.

Cupliz bercerita, ternak lebahnya sendiri, saat ini sudah memiliki 150 koloni lebah di peternakannya. Dengan jumlah tersebut, ia bisa menghasilkan rata-rata Rp 10 juta tiap bulan.

Cupliz menambahkan, di masa pandemi covid-19 misalnya, permintaan madu kele mengalami peningkatan.

Kini, setiap panennya yang dilakukan dua bulan sekali, madu dari peternakannya selalu ludes terjual. Setiap panen, satu koloni akan menghasilkan 200 hingga 500 mililiter tergantung musim bunga di sekitar lokasi. Tiap 500 mililiter, ia menjualnya dengan harga Rp 350.000.

Meningkatnya penjualan saat pandemi ini karena madu dipercaya bisa meningkatkan imunitas tubuh.

“Saat Covid ini kan dianjurkan untuk minum madu kele. Entah dipercaya atau tidak bisa menyembuhkan,” kata dia.

Manfaat madu lainnya, yakni dipercaya menyembuhkan sakit maag dan lambung. (*)

Ketahui juga cara membedakan madu asli atau palsu di mediatani.co.

  • Bagikan