Pemuda Kreatif Beltim Manfaatkan Peluang Madu Teran, Madu Lokal Unik Rasa Manis-Asam

  • Bagikan
Mata Bee Farm melakukan proses panen madu yang dilakukan sekali sebulan, Senin (8/3/2021).(Via Posbelitung/Suharli/IST)

Mediatani – Lebah Trigona Itama atau yang biasa dikenal dengan sebutan Madu Teran oleh penduduk lokal Pulau Belitung Timur (Beltim), kini mulai banyak dibudidayakan. Budidaya lebah ini juga tengah dilakukan salah satu kelompok ternak yakni oleh MateBee Farm yang berlokasi di Dusun Parit Garam, Desa Selinsing Belitung Timur.

Selain karena nilai ekonomi yang cukup tinggi, madu asal lebah Teran ternyata memiliki rasa yang unik, yakni manis asam. Madunya juga dipercaya memiliki antioksidan lebih tinggi dibanding madu lain. Beekepper sebutan untuk peternak madu ini juga sudah memiliki komunitas sendiri di Belitung Timur.

Anggota Komunitas Beekepper nan kreatif, Muklis Ilham dan Edo Yulanda Pemilik MateBee Farm mengaku awalnya tertarik ternak lebah Trigona Itama tersebut karena melihat adanya peluang ekonomi yang menjanjikan.

“Sebenarnya sudah ada yang budidaya Madu Teran ini lebih dulu dari kami. Awalnya, saat tertarik kami coba dari lima kotak koloni yang didapatkan dari warga yang biasanya cari kayu dan ada juga yang memang lebah ini bersarang di kayu pohon milik warga,” ujar Muklis kepada Posbelitung.co, Senin (8/3/2021) yang dikutip mediatani.co, Kamis (11/3/2021).

Satu koloni Lebah Teran itu, lanjut dia, dibeli mereka seharga Rp150.000. Mereka kemudian juga harus menyiapkan kotak lengkap berikut plastik, karpet peneduh dan keramik untuk tutup dari sarang koloni lebah.’ Kotak tersebut pun nantinya untuk lebah membuat kantong-kantong madu serta memudahkan dalam proses panen madu.

Bagi Beekepper, satu koloni membutuhkan kalkulasi biaya sekitar Rp200.000, untuk siap berproduksi. Begitu pun perihal memilih lokasi budidaya lebah, harus memperhatikan vegetasi lingkungannya, tidak hanya merawat lebah saja, namun sumber makanan lebah juga harus diperhitungkan.

“Ada juga koloni lebah yang kabur saat baru beli, mungkin karena koloninya masih sedikit terus tak cocok dengan lingkungannya karena makanannya kurang. Kami belajar otodidak, kami coba pindah ke lingkungan yang lebih banyak tanamannya, Alhamdulilah ternyata cocok, produksi madunya pun cukup lumayan,” ujar dia.

Saat ini, mereka memiliki sekitar 120 koloni Lebah Trigona, dan 40 koloni yang sudah rutin memproduksi madu.

Muklis mengungkapkan dalam satu koloni tidak bisa diprediksi maksimal lebah menghasilkan madu, hal itu dipengaruhi kondisi alam, misalnya saat musim hujan produksi madu dipastikan turun.

“Mungkin, kalau minimal untuk lebah yang sudah produksi madu, satu kotak setengah liter madu, itu minimal. Misal termasuk pada musim penghujan, karena kalau musim penghujan lebah juga tidak keluar dari sarangnya. Kalau maksimal vegetasi mendukung musim panas satu kotak bisa sampai satu liter, tapi kembali lagi cadangan makanan mereka di lingkungannya cukup tidaknya,” ungkap Muklis.

Dari hasil panen pada setiap bulannya mereka pun bisa menghasilkan Madu Trigona berkisar 40 liter hingga 50 liter madu murni.

Dua tahun lebih dalam menekuni budidaya Lebah Trigona, bagi mereka tidak mudah. Proses yang dilalui juga tidak selalu mulus. Bahkan pemasaran madu tersendat pun sudah pernah dirasakan mereka, per liter Madu Teran dibandrol harga Rp300.000. Hingga akhirnya peluang pemasaran mulai terbuka ketika mereka bergabung di Komunitas Raje Teran Belitung.

Saat ditanya perihal apa saja yang menjadi kendala dalam budidaya Madu Teran, Edo rekan Muklis mengatakan kendala hama adalah adalah reptil pemakan serangga seperti cicak dan katak. Selain itu, bila lingkungan tidak dijaga secara baik bahkan kera pun ada yang mengganggu sarang lebah.

Sedangkan, koloni Lebah Trigona di Belitung Timur, tak hanya didapatkan dari koloni lebah hutan saja. Untuk memperbanyak koloni, para beekepper atau peternak lebah kini sudah bisa memperbanyak koloni melalui beberapa teknik.

Mate Bee belajar secara otodidak dan hasil sharing bersama komunitasnya sudah berhasil memperbanyak koloni madu miliknya.

“Awalnya kami mulai pelihara lima koloni, seiring jalan terus bertambah hingga 40 koloni lebah. Nah dari 40 koloni itu kami mulai coba perbanyak lagi dengan cara istilahnya pecah koloni,” ujar Muklis.

Menurut dia ada beberapa teknik dalam melakukan pecah koloni, yakni melalui cara memindah calon ratu lebah ke kotak lain, selain itu ade metode sistem perangkap. Namun juga harus dipastikan bahwa koloni lebah yang dipecah harus benar-benar kuat atau sudah memiliki calon ratu lebah yang baru.

Menurutnya, lebah yang siap untuk diperbanyak terlihat pada warna telur yang sudah kuning keemasan. Sistem pecah koloni membutuhkan waktu sekitar satu bulan sejak awal pecah koloni, agar koloni lebah setabil. Setelah koloni diperkirakan kuat barulah lebah itu diberkalukan sama dengan sarang madu lainnya. (*)

  • Bagikan