Populasi Ayam Kampung di Jembrana Menurun, Pengmas Unwar Edukasi  Peternak

  • Bagikan
Beternak ayam kampung secara sederhana
Beternak ayam kampung secara sederhana

Mediatani – Tim pengabdian masyarakat (Pengmas) dari Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa (Unwar) Denpasar, Bali memberikan edukasi kepada Kelompok Ternak Manuk Amertha, Dusun Segah, Desa Asah Duren, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana, pada Sabtu (15/5/2021), lalu.

Tim yang dipimpin Dr. I Gusti Agus Maha Putra Sanjaya, dan didampingi anggota tim Ir. Ni Ketut Etty Suwitari, dan Ir. I Nyoman Kaca, itu memberikan pemaparan cara meningkatkan populasi hingga bisa meningkatkan kesejahteraan peternak ayam kampung.

Menurut Dr. Gusti Agung Maha Putra Sanjaya bahwa berdasarkan data BPS tahun 2019 terjadi penurunan populasi ayam kampung jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Pada tahun 2018 saja tercatat populasi ayam kampung di Jembrana sebanyak 3.040.742 ekor, namun mengalami penurunan sebesar 6,17 persen menjadi 2.853.115 pada tahun 2019 lalu.

Menurut dia, agar populasi meningkat, perlu langkah nyata secara kolaboratif dari berbagai pihak.

Hal terpenting bagaimana populasi bisa memberikan kesejahtraan kepada peternak.

Maka dari itu, pendampingan berkelanjutan sangat penting agar peternak memiliki keahlian manajemen pemeliharaan, keuangan dan analisis usaha.

“Dengan adanya edukasi dan pendampingan ini peternak dapat menentukan berapa banyak ayam kampung super yang harus dipelihara agar diperoleh keuntungan demi keberlangsungan dan perkembangan usaha kedepannya,” papar Agus Maha, sebagaimana dilansir dari lamana Balipuspanews.com.

Anggota tim pengabdian kepada masyarakat Ir. I Nyoman, Kaca, juga menuturkan bahwa peternak perlu memperhatikan sistem kandang bagi pengembangan usaha ayam kampung.

Perkandangan yang baik juga memiliki peranan yang besar terhadap kesehatan dan laju pertumbuhan ayam kampung.

Apalagi Sebagian besar peternak memelihara ayam tersebut hanya selama maksimal 30 hari yang ditujukan sebagai ayam caru.

Akan lebih baik jika peternak dapat memanfaatkan bahan pembuat kandang lokal (kayu dan bambu) untuk menghemat biaya.

Sedangkan Ketua Kelompok Ternak Manuk Amerta I Komang Ginarsa mengakui peternak belum mempunyai kemampuan dalam hal manajemen pemeliharan dan manajemen keuangan khususnya dalam analisa usaha ayam kampung.

Peternak, lanjut dia, juga enggan mengembangkan usaha peternakan ayam kampung karena pertumbuhan ayam yang lambat.

“Ayam jenis ini memiliki pertumbuhan yang lambat sehingga otomatis kurang memberikan dampak secara finansial yang cepat kepada peternak,” papar Ginarsa.

Ginarsa menambahkan, usaha peternakan ayam kampung yang ada di Dusun Segah, Desa Asah Duren, Pekutatan, Jembrana awalnya merupakan tergolong pekerjaan sampingan.

Ternak yang dipelihara pun masih dalam jumlah yang sedikit, diumbar dengan pakan yang ada di sekitar lalu ditambahkan konsentrat

Ayam buras atau yang lebih dikenal di masyarakat dengan sebutan ayam kampung merupakan ayam hasil domestikasi dari ayam hutan bulu merah yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia berabad-abad yang lalu.

Ayam kampung dipelihara di Bali dengan berbagai tujuan antara lain sebagai penghasil daging, telur, sarana upakara, mata pencaharian, dan juga hiburan.

Selama ini usaha peternakan ayam kampung kurang diminati sehingga sistem pemeliharaanya yang dilakukan juga masih semi intensif atau tradisional.

Ayam dipelihara dengan cara dilepas di tegalan dengan sedikit campur tangan dari pemilik tanpa dilakukannya manajemen mengenai perkandangan dan manajemen pemberian pakan yang baik.

Pengembangan ayam kampung di pedesaan tidak terlepas dari beberapa kendala, seperti kurangnya pengetahuan peternak dalam hal manajemen pemeliharaan dan manajemen keuangan, khususnya dalam analisa usaha ayam kampung.

Padahal permintaan pasar terhadap komoditas unggas yang satu ini tiap tahunnya terus mengalami peningkatan.

Kondisi ini berdampak pada penurunan populasi ayam kampung. (*)

  • Bagikan