Ramai-Ramai Menolak Kartu Tani

  • Bagikan
Dua petani menunjukkan kartu tani saat peluncurannya di Desa Jagalempeni, Brebes, Jawa Tengah, Selasa (8/11). Desa tersebut salah satu desa percobaan penggunaan kartu tani yang merupakan hasil kerjasama sejumlah BUMN, bank dan penyedia bibit dengan tujuan untuk mempermudah petani melakukan transaksi sehingga mampu menggenjot produksi bawang merah. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/ama/16

Mediatani.co — Kehadiran kartu tani  telah menjadi salah satu langkah besar atau akibat keberpihakan pemerintah pada petani. Selama ini petani lebih sering berada pada posisi yang sangat lemah akibat banyaknya pemain dalam bidang pertanian bermodal besar.

Pemerintah membuktikan, pemerintah tidak akan meninggalkan petani berjuang sendirian menghadapi segala tantangan. Selama ini para petani  pula yang harus menanggung biaya yang paling besar sekaligus keuntungan paling kecil.

Meskipun demikian, disisi petani langkah dari pemerintah ini belumlah menjadi langkah solutif untuk menyelesaikan keterpurukan yang dialami oleh para petani. Hal ini terbukti dengan aksi penolakan yang dilakukan oleh para petani di sejumlah daerah.

Kali ini penolakan datang dari sejumlah petani Kabupaten Karawang. Petani menolak digulirkannya program kartu tani. Pasalnya, program tersebut tidak terasa oleh seluruh kalangan petani.

Wahyudin (39 tahun), petani asal Desa Karyamukti, Kecamatan Lemahabang, mengatakan, sasaran penerima kartu tani ini tidak merata. Karena, syarat untuk menerima kartu tani itu pekerjaan sebagai petaninya harus tertera dalam KTP. Sedangkan, banyak petani dan pemilik sawah yang mengisi kolom pekerjaan KTP-nya dengan sebutan lain.

“Dengan adanya kartu tani ini, mayoritas petani atau buruh tani di Karawang tak bisa menikmati pupuk bersubsidi,” ujarnya, Selasa (19/12).

Petani menilai agar pemerintah mengkaji lagi soal program kartu tani ini. Sebab, dengan pola seperti ini maka akan banyak petani yang cemburu sosial. Karena itu, progam kartu tani tak bisa dinikmati seluruh lapisan petani.

Wahyudin mengatakan, tujuan digulirkannya kartu tani ini salah satunya supaya subsidi pupuk tepat sasaran. Namun, dengan pola seperti ini justru mayoritas petani tak bisa menikmati subdisi tersebut.

Kalaupun soal subsidi pupuk ini jadi masalah bagi pemerintah, lanjutnya, sebaiknya subsidi tersebut dicabut saja. Sebagai gantinya, subsidi yang tadinya disalurkan melalui pupuk bisa dialihkan ke peningkatan HET gabah.

Asumsinya, jika HET gabah di atas Rp 3.700 per kilogram, maka petani bisa membeli pupuk dengan harga nonsubsidi. Tak hanya itu, jika harga gabah mahal, kesejahteraan petani bisa terdongkrak.

“Jangan seperti sekarang, pupuk disubsidi. Tapi, tak semua petani menikmatinya. Sedangkan sisi lain, HET murah. Idealnya HET itu di atas Rp 6.000 per kilogram GKP,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karawang, M Hanafi Chaniago, membenarkan bila tak semua petani di wilayahnya mendapatkan kartu tani. Sebab, berdasarkan hasil validasi data yang dilakukan Bank Mandiri sebagai pihak yang ditunjuk mengeluarkan kartu itu, ada 60 ribu petani yang menerima kartu sakti tersebut.

“Sedangkan jumlah petani di kita ada 125 ribu jiwa. Mayoritas, mereka tak kebagian kartu sakti tersebut,” ujarnya.

 

  • Bagikan