Solusi Anak Buah Luhut untuk Tingkatkan Kualitas Garam

  • Bagikan
Produksi garam dalam negeri

Mediatani – Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves Safri Burhanuddin menyebutkan metode alternatif yang dapat meningkatkan produktifitas dan kualitas garam yang selama ini diproduksi oleh petambak.

Metode tersebut adalah geomembran, yang saat ini sudah dicoba dan menjadi percontohan di Australia. Ia menjelaskan, metode pembuatan garam yang di terapkan di Australia itu tidak memanen garam yang dibuat pertama kali melainkan menjadikannya alas untuk kembali membuat garam.

“Pada dasarnya (kedua metode) memproduksi garam tidak bersentuhan dengan lumpur (pada bagian dasarnya)” ucapnya dalam acara diskusi garam oleh Society for Biological Engineering Universitas Indonesia (SBE UI) dengan Forum Diskusi Ekonomi Politik (FDEP) pada minggu, 28 Maret 2021.

Selanjutnya, tambah Safri, garam diproduksi dan dipanen di atas meja garam tersebut. Panen garam dilakukan dengan menggunakan traktor, bukan dengan papan keruk seperti yang dilakukan petambak dalam negeri.

Namun, dibutuhkan lahan yang luas untuk menggunakan metode ini. Dia menjelaskan setiap petak garam yang dibutuhkan untuk memproduksi dengan menggunakan meja garam yaitu seluas 1 hektar lebih. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk proses panen lebih lama, untuk satu kali panen dalam satu tahun.

Di dalam negeri, tambah Safri, panen sudah dilakukan sebelum sempat menjadi meja garam, sehingga kadar NaCl belum tinggi dan kandungan airnya juga masih tinggi. Hal tersebut dilakukan karena petani garam sudah membutuhkan pendapatan segera.

Meski memiliki masa panen yang lebih lama, namun menurutnya prospek penjualan (hasil) dan prospek jangka panjang metode meja garam ini cukup menjanjikan.

Dalam kesempatan yang sama, Muhammad Jakfar Sodikin Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI) menuturkan bahwa meja garam merupakan metode produksi garam sistem portugis, dimana terlebih dahulu membuat alas garam sebelum produksi.

“Di madura pernah diterapkan membuat meja garam satu bulan dahulu lalu di atasnya membuat garam untuk dipanen, namun sekarang menggunakan plastik HDPE sebagai alasnya,” ungkapnya.

Peambak garam sulit memenuhi kebutuhan industri

Sebelumnya, Jakfar menjelaskan bahwa petambak masih kesulitan memproduksi garam yang sesuai kebutuhan industry, yang menyaratkan adanya kandungan NaCL lebih murni dan kadar pengotor kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) lebih rendah dibandingkan dengan garam konsumsi.

Lebih lanjut Jakfar menjabarkan, meski Indonesia memiliki garis pantai terpanjang, namun luas lahan yang digunakan untuk produksi garam masih terbatas. Menurutnya, hal tersebut menjadi salah satu kesulitan yang dihadapi oleh petambak dalam negeri.

Seperti di Kalimatan dan Sumatera (tidak cocok) karena berada langung di garis katulistiwa, yang mana cuacanya lebih sering mendung,” ucapnya.

Selain harus menggunakan pantai yang landai, pantai seperti yang terdapat di selatan pulau Jawa tidak bisa digunakan untuk membuat garam karena ombaknya terlalu besar, yang berakibat akan jebolnya tanggul dan merusak lahan garam.

Dia juga menambahkan, produktifitas di lahan garam tersebut juga kerap menjadi kendala, dimana produktifitas hanya meningkat ketika sedang kemarau panjang.

“Diperlukan teknologi untuk meningkatkan produksi, adanya teknologi akan mempercepat penguapan air laut di kolam penguapan,” jelasnya.

Jakfar menjelaskan, Indonesia memiliki kondisi alam yang lebih cocok digunakan untuk memproduksi garam konsumsi dibandingkan dengan garam industri. Karena, garam yang diproduksi di Indonesia memiliki kandungan Ca dan Mg yang lebih dibutuhkan oleh tubuh manusia.

“Sedangkan kandungan Ca untuk kebutuhan garam industri hanya sebagai pengkotor, yang mana jika digunakan sebagai bumbu mie instan maka kandungan Ca membuat bumbu tersebut mudah tergumpal,” jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri memberikan penjelasan. Menurutnya, Indonesia belum bisa bersaing dengan Australia yang saat ini merupakan negara pengimpor terbesar garam ke Indonesia. Pasalnya, negara tersebut memiliki cuaca panas dan kemarau panjang.

“Kita bisa swasembada garam tapi sampai kesana ongkosnya mahal,” ucapnya.

  • Bagikan