Kementerian pertanian Optimis Swasembada Bawang Putih Tahun 2021, Ini Alasannya

  • Bagikan

Kementerian Pertanian (Kementan) optimis target swasembada bawang putih di tahun 2021 terwujud. Alasanya terjadi peningkatnya luas tanam yang sangat drastis dan berkembang di banyak daerah dalam dua tahun terakhir. Diharap produksi dalam negeri segera mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri yang selama ini sebagian besarnya dari impor.

“Luas tanam bawang putih 2019 hitungan kami sekitar antara 20.000 hingga 30.000 hektar. Kalau tahun depan 2020 kita ada tambahan penanaman lagi sekitar 20.000 lebih hektar jadi mencapai 40.000 lebih hektar. Terakhir tahun 2021 kita harus genjot minimal 30.000 hektar maka di tahun 2021 kita mencapai penanaman sekitar 70.000 hingga 80.000 hektar. Jadi cukup untuk memenuhi kebutuhan bawang putih nasional,” demikian dikemukakan Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Hortikultura, Dr. Moh Ismail Wahab pada acara Bincang Asik Pertanian Indonesia (BAKPIA) yang dihelat langsung di lahan pertanaman bawang putih di Desa Langensari, Kecematan, Sukareja, Kabupaten Sukabumi, Rabu (29/5).

Ismail menjelaskan adanya kepastian produksi tersebut mampu memenuhi kebutuhan sendiri karena total kebutuhan setiap tahunnya mencapai 500.000 hingga 600.000 ton yang dipenuhi dari impor, sehingga luas tanam 80.000 hektar jika produktivitasnya 6 ton per hektar, hasilnya mencapai 480.000 ton. Dengan demikian, swasembada berhasil diwujudkan karena swasembada itu tidak harus kebutuhan pangan itu dipenuhi 100 persen dari produksi sendiri.

“Artinya produksi sendiri yang 80-90 persen saja kita bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri maka bisa dikatakan sudah mampu berswasembada. Jadi bawang putih ini bukan hanya masalah impornya saja , tidak hanya sebatas harga yang kemarin naik, tapi lihat sekarang pertanaman bawang putih sudah berkembang di Indonesia, termasuk di wilayah Sukabumi ini,” jelasnya.

Lebih lanjut Ismail menegaskan kerja keras Kementan di era pemerintahan Jokowi-JK patut menjadi catatan penting sejarah dalam meningkatkan luas tanam bawang putih. Lihat saja, dari hasi identifikasi ternyata luas bawang putih Indonesia pada tahun 2016 hanya 1.900 hektar dan hanya ada di 6 lokasi di seluruh Indonesia. Namun demikian, setelah ada Program Upaya Khusus percepatan swasembada bawang putih yang dicanangkan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pada tahun 2016-2017, pertanama bawang putih berkembang di 78 lokasi dengan luasanya mencapai 5.400 hektar lebih. Dengan demikian, luas bawang putih menjadi 7.000 lebih hektar.

“Kemudian di tahun 2017-2018 perluasannya dikembangkan lagi menjadi sekitar 8.000 hektar lebih untuk 110 kabupaten. Jadi semula itu bawang putih hanya ada di 6 kabupaten, sekarang ini sudah ada di sekitar 110 Kabupaten lokasi pengembangan di wilayah Indonesia. Itulah yang menjadi salah satu optimisme kita untuk swasembada bawang putih,” tegasnya.

Kenapa Bawang Putih Masih Impor

Ismail menjelaskan Indonesia sekitar tahun 1994-1995 pernah berhasil memenuhi kebutuhan bawang putih sendiri. Pada saat itu kita memiliki pertanaman bawang putih mencapai sekitar 22.000 hektar. Produksinya mencapai 150.000 ton, cukup memenuhi kebutuhan karena jumlah penduduk yang tidak sebanyak saat ini.

Namun demikian, lanjut Ismail, seiring dengan adanya krisis moneter dan dibukanya keran impor yang saat itu harganya relatif lebih murah, sehingga akhirnya produksi bawang putih dalam negeri tidak bisa bersaing dengan bawang putih yang di datangkan dari luar. Dampaknya adalah harga bawang putih dalam negeri setiap tahun terus menurun sampai terakhir pada tahun 2016.

“Jadi 25 tahun lebih, atau menteri-menteri sebelumnya tidak pernah menyinggung tentang bawang putih ini. Tapi di jaman Menteri Pertanian Amran Sulaiman setelah tahun kedua pertanaman bawang putih menjadi salah satu komoditas unggulan yang harus digenjot produksinya dan ditargetkan harus swasembada,” jelasnya.

“Waktu itu beliau hadir pada acara di Temanggung dalam acara pertanaman cabai. Saat itu ada yang menyampaikan bahwa dulu lahan itu adalah lahan bawang putih. Di situlah terus bawang putih mulai diprogramkan oleh Kementerian Pertanian,dan kita menargetkan capaian untuk swasembada bawang putih pada tahun 2021,” sambung Ismail.

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Yasid Taufik menambahkan guna meningkatkan luas tanam bawang putih dan jaminan ketersediaan benih, Kementan sejauh ini telah menerapkan wajib tanam bagi importir sebanyak 5 persen dari total rekomendasi impornya. Kementan menerbitkan Rekomendasi Izin Produk Hortikultura (RIPH) 2017 kepada 81 importir dengan luas wajib tanam seluas 8.335 hektar dengan realisasi tanam seluas 2.438 hektar. Selanjutnya, RIPH 2018 diterbitkan kepada 82 importir dengan luas wajib tanam seluas 7.884 hektar, realisasi tanam seluas 2.892 hektar.

“Sampai dengan tanggal 29 Mei 2019, RIPH 2019 telah diterbitkan bagi 30 importir dengan luas wajib tanam seluas 3.215 hektar, realisasi tanam seluas 867 hektar,” sebutnya.

“Terhadap importir yang tidak menyelesaikan kewajiban tanamnya sesuai batas waktu yang ditentukan, yaitu 1 tahun sejak tanggal penerbitan RIPH, maka tidak dilayani pengajuan RIPH periode berikutnya,” sambung Taufik.

Masih di tempat yang sama, Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Sobir mengapresiasi tekad Kementan yang menargetkan Indonesia harus mampu memenuhi bawang putih secara sendiri. Sebab, ia merupakan salah seorang yang selama ini menginginkan tanaman bawang putih menjadi komoditas unggulan Indonesia. Selain itu, impor hanya menguntungkan petani China sehingga adanya target swasembada bawang putih, anggaran yang dikeluarkan untuk impor dapat dialihkan untuk dinikmati petani sendiri.

“Kalau kita impor setiap tahunnya 570.000 ton, berarti kita kasih China sekitar Rp 8 triliun. Tapi jika kita bisa produksi sendiri hingga kita bisa swasembada, uang ini dinikmati oleh petani kita sendiri,” ujarnya.

Untuk meningkatkan produksi bawang putih Indonesia, Prof Sobir menuturkan perlu dikembangkan varietas bawang putih yang khusus untuk dataran rendah dan menengah. Sebab untuk lahan di dataran tinggi banyak komoditas yang bersaing.

“Untuk itu kita perlu kembangkan teknologi tinggi, dengan pola budidaya agar produktivitsnya meningkat. Di luar negeri tidak prlu di dataran tinggi atau rendah, karena suhunya sudah pas,” tandasnya.

  • Bagikan