Kepengurusan Baru Askopi Sulselbar Resmi Dilantik, Ketum: Jadikan Kopi Sulselbar Mendunia!

  • Bagikan
pelantikan Askopi Sulsel
Kepengurusan baru Askopi Sulselbar melakukan foto bersama di sela-sela acara pelantikan, Senin (8/2/2021)/IST

Mediatani – Kepengurusan baru Asosiasi Kopi Indonesia (Askopi) Sulselbar resmi dilantik Senin (8/2/2021), lalu. Acara yang digelar di salah satu hotel di Pannakukang, Makassar itu melantik pengurus DPP dan DPD.

Ketua Umum DPP Askopi Sulselbar periode 2021-2023, Sulaik Abdul Hamid bertekad dalam kepengurusannya ini berupaya untuk menjadikan kopi Sulselbar mendunia.

Menurut Sulaik, Askopi Sulselbar telah diisi oleh orang-orang profesional dengan basic yang berbeda dan termasuk lengkap.

Mulai dari petani, eksportir, akademisi, perbankan, perhotelan, ecommerce, barista, pemerintahan, penggiat hukum, media berbaur menjadi 1 dalam 1 wadah untuk kemajuan kopi di Sulawesi.

“Ke depan paling tidak, kita semua menikmati kopi lokal dari daerah masing-masing sebagai bentuk kearifan lokal dan kami harapkan kerjasama semua pihak untuk mewujudkan kopi Sulselbar mendunia,” kata Sulaik saat dikonfirmasi mediatani.co, Jumat (12/2/2021).

Dalam rancangannya, salah satu program Askopi Sulsebar ke depannya ialah menggelar Pameran Kopi dengan skala Nasional dan Lokal dan bekerja sama dengan pemerintah mengadakan event kopi.

Pihaknya menilai bahwa Sulawesi selatan dan Barat merupakan daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia dengan jumlah kabupaten/kota terbanyak memproduksi kopi.

Dia menyebut, ada sekitar 16 kabupaten dengan ketinggian lahan yang variatif dengan jenis pertanaman arabika, robusta bahkan liberica.

“Ketersediaan jenis kopinya semua ada, arabika, robusta, liberica. Jadi buyer bisa menekan cost. Kualitasnya, green bean yang variatif, tingkat keasamaan arabika yang unggul, waktu panen yang tidak bersamaan tiap daerah dan aroma yang kuat,” jelas Sulaik, rinci.

Komoditi Kopi di Sulselbar memiliki luas lahan kisaran 100.000 ha dengan tingkat produktivitas 900kg/ha yang disebutnya masih jauh dari tingkat pemenuhan kebutuhan permintaan.

“Permintaan kopi sulselbar mengikuti permintaan pasar lokal dan mancanegara. Kebutuhan lokal sekitar 70% dan sisanya untuk ekspor. Permintaan lokal dalam sebulan berkisar 50-500 ton. Tantangannya itu faktor cuaca, penentuan harga, balai khusus untuk pengujian mutu dan akses pasar belum terbuka bebas,” jelas dia.

Pihaknya tentunya berharap adanya peningkatan produktivitas yang bersinergi dengan stakeholder termasuk pemerintah, pengusaha, petani, barista dalam menyediakan dan meyajikan kopi terbaik.

“Benar adanya banyak permasalahan dari hulu ke hilir yang perlu dibenahi dan bertahap, baik itu dari sisi bibit yang berkualitas, sarana dan prasarana yang memadai, pemasaran dan pendukung lainnya. Kami berharap dengan adanya Askopi Sulselbar menjadi ruang solusi, mengakomodir segala bentuk penyempurnaan untuk pencapaian kopi sulselbar mendunia, dimulai dari hulu sampai kopi itu dinikmati oleh masyarakat,” harapnya.

Di sela-sela acara pelantikan beberapa waktu lalu, juga dihadiri oleh Pemerintah Provinsi Sulsel, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Balai Besar Industri Hasil Perkebunan, Balai Karantina Pertanian, Dinas Koperasi Provinsi dan Kota, Dinas Perkebunan dan Tanaman Pangan Provinsi, Perwakilan DPRD Provinsi, PKK Provinsi Sulsel, PT. Pegadaian, Ikatan Food & Beverage Hotel (IFBMA), Nestle, TVS Motor, Pengurus DPD dari 16 kabupaten/kota.

Kehadiran stakeholder terkait dengan kopi itu pun menjadi langkah awal dalam mewujudkan peningkatan produktivitas pertanaman kopi dan peningkatan mutu pasca panen.

Sementara itu di berita yang lain, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Sinjai terus menggalakkan penanaman porang.

Pasalnya, tanaman itu berpotensi menjadi produk unggulan di Sinjai sebagai bagian dari upaya memperkuat sektor pertanian di tengah pandemi Covid-19.

Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas TPHP Sinjai Hj. Sitti Marwatiah saat ditemui di Ruang Kerjanya, Senin (8/02/21).

Menurutnya, melalui budidaya tanaman porang dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

“Porang (tanaman umbi-umbian) saat ini menjadi komoditas primadona dan sangat menjanjikan. Tidak hanya menjadi komoditas ekspor, porang juga memiliki nilai jual tinggi. Dulu porang ini tanaman liar, tapi sekarang ini sudah banyak petani kita yang membudidayakan,” kata Marwatiah dikutip Jumat (12/2/2021) dari situs berita Linisiar.id.

Lebih lanjut dikatakan, bahwa beberapa kecamatan di Sinjai saat ini mulai melakukan budidaya tanaman porang dan Kecamatan Sinjai Borong merupakan salah satu daerah yang petaninya saat ini banyak yang melakukan pengembangan tanaman porang, apalagi kondisi wilayah yang sangat cocok dengan tanaman tersebut.

“Kondisi saat ini menurut data yang kami punya, di Kecamatan Sinjai Borong ada sekitar 800 hektar tanaman porang yang dibudidayakn oleh petani secara swadaya. Hampir semua desa dan Kelurahan disana menanam porang sangat berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan para petani kita, ” tandasnya.

Bahkan, kata Marwatiah, salah satu desa di Sinjai Borong yaitu desa Bonto Tengnga berkomitmen untuk menjadikan desanya sebagai desa porang. (*)

  • Bagikan