Harga Terus Anjlok, Bara JP Lampung Minta Kementerian PUPR Serap Karet Petani

  • Bagikan
Ilustrasi: petani karet

Mediatani – Terpuruknya harga getah karet di Kabupaten Lampung Utara dari sebelumnya Rp7.000/kg turun menjadi Rp4.000/kg yang sampai Juni 2020 ini. Harga getah tercatat masih dikisaran Rp4.000/kilo.

Bahkan, di beberapa wilayah pelosok pedesaan harga getah mingguan ada yang dihargai tengkulak Rp3.500/kg dengan pertimbangan jarak lokasi yang jauh, semakin mempersulit kondisi ekonomi yang dialami kaum tani.

Bila di rata-rata, dalam satu hektar, hasil getah yang di dapat sehari sebanyak 30 kilo, dengan harga jual sebesar Rp4.000/kilo di dapat hasil kotor sehari berkisar Rp120 ribu. Hasil itu, mesti di bagi tiga, satu bagian untuk penyadap, satu bagian pemilik lahan dan sisanya biaya pemupukan.

“Dengan hasil kotor Rp120 ribu/hari, bila di kalkulasi hasil bersih yang di terima petani karet berkisar Rp40 ribu. Sebelumnya kalau harga getah masih Rp7.000/kilo, hasil yang di dapat sehari, petani masih menerima Rp70 ribu/hari, itupun bila hasil getah sadapan normal. Kalau penghujan berkepanjangan, hasil sadapan kurang dari 30 kilo/hari,” kata ujar Nawan, penyadap getah, warga Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Sungkai Barat.

Di awal Januari 2020, harga getah karet mingguan sempat mengalami kenaikan dari Rp5.500/kg naik menjadi Rp7.000/kg. Sementara pada Februari, harga berangsur turun menjadi Rp6.000/kg, Pada Maret, harga kembali turun Rp5.000/kg dan April 2020 harga kembali jatuh di angka Rp4.000/kilo.

Mei sampai akhir Juni 2020, harga itu belum beranjak mengalami kenaikan masih Rp4.000/kilo. “Dengan harga getah Rp4.000/kilo sudah tidak sebanding dengan beban kerja yang mesti saya lakoni” kata dia.

Sejumlah solusi diambil namun belum memberi cukup kontribusi bagi petani karet. Terbaru, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menjanjikan akan menyerap karet petani sebagai bahan campuran aspal pada proyek infrastruktur pemerintah.

“Masing-masing balai jalan akan membeli langsung dari petani yang tergabung dalam kelompok petani UPPB (Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar – bahan olah karet),”kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, mengutip laman Kementerian PUPR.

Namun, menurut Ketua Dewan Pimpinan Daerah Barisan Relawan Jokowi Presiden (DPD Bara JP) Lampung, Yogie Try Wardhana, rencana Kementerian PUPR tersebut masih belum terealisasi.

Menurutnya, kalau rencana Kementerian PUPR tersebut berjalan kenapa harga karet di tingkat petani terus anjlok. “Ini ada yang tidak beres tentunya,” ujar Yogie.

Ia menyarankan agar Kementerian PUPR bekerja sama dinas asar pemerintah daerah untuk menghidupkan pasar-pasar lelang di wilayah kecamatan-kecamatan penghasil karet. “Jangan cuma beli sama tengkulak besar atau koperasi saja,” katanya.

Ia menambahkan saat ini petani karet tak punya pilihan lain selain bertahan di tengah situasi melemahnya harga karet alam. Ia mengatakan tanaman karet tidak bisa ditebang begitu saja dan berganti komoditas lain. “Ini memerlukan proses dan biaya. Jika pun ditebang kayu karet harganya murah dan sangat sedikit yang berminat membelinya,” katanya.

“Petani karet itu sudah nekat. Selagi ban mobil pakai karet, ban motor motor pakai karet, ban pesawat masih menggunakan karet, dia akan tetap menanam karet. Kecuali tidak punya harga lagi,” ujar Yogie.

  • Bagikan