Rumah Hijau Denassa, Rumah Konservasi Milik Daeng Nassa yang Komitmen Wakafkan Diri untuk Pendidikan

  • Bagikan
Sawahku, lokasi Wisataedu di Rumah Hijau Denassa/Via Sindonews/IST

Mediatani – Hari masih terik, jalan poros Sungguminasa-Takalar tetap ramai. Meski dengan status masih pandemi, lalu-lalang motor juga mobil tak sedikit.

Pedagang kaki lima di pinggir jalan pun tak kalah saing. Ramai, menumpuk dengan aktivitas padat warga urban. Hari kemarin, ialah hari Minggu, mungkin saja orang-orang menghabiskan waktu berlibur.

Pun dengan tim mediatani, liburan sambil belajar adalah pilihan yang tepat. Bukan hanya rehat fisik, rehat pikiran dengan nuansa alam ditemani edukasi ialah wisata teranyar, dan paling direkomendasikan saat ini.

Tim memilih mengunjungi sebuah tempat yang berada di Jalan Borongtala, No, 58 A, Tamallayang, Bontonompo, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan yang berjarak belasan kilometer dari Makassar.

Tim mediatani.co berfoto bersama di Rumah Hijau Denassa di sela-sela kunjungan di RHD, Minggu (21/3/2021)/Busrah Ardans/Mediatani.co

Jalan Borongtala sudah nampak. Sebuah jalan kecil yang menghubungkan dengan Jalanp Poros Sungguminasa – Takalar. Di pinggir Jalan terpampang sebuah tulisan besar yang bertuliskan Rumah Hijau Denassa (RHD).

Sejak dari luar, tim sudah disuguhkan hijaunya pekarangan RHD. Berbagi jenis pohon tampak subur, di tengahnya ada tulisan warna-warni pada sebuah papan tulis yang mengucap selamat datang di RHD. Di sela-selanya ada rak buku beserta bermacam judul buku. Siapa pun disilakan membacanya.       

Udara sejuk begitu terasa, tanaman-tanaman seakan menyambut. Di atasnya, digantung warna-warni lampion menambah kesan keindahan alam. Bunga-bunga putih pun merambat, jatuh hingga bisa disentuh dengan tangan.

Di sebelah kanan, RHD memiliki perpustakaan sendiri. Rumah panggung dua lantai yang dibuat dari kayu. Pada lantai satu digunakan sebagai perpustakaan, sementara lantai dua sebagai ruang kerja.

Di peprustakaan RHD, dipenuhi buku-buku, piagam penghargaan, akseoris petani seperti caping. Ada juga foto-foto, hiasan dinding, lukisan. Tidak ketinggalan beberapa alat musik, kendang maupun angklung.

Aktivitas RHD sebelum Pandemi/IST

Di lahan seluas 1 hektar ini ada pula beberapa ruangan lainnya yakni  lumbung benih, ruang diskusi. Kesemuanya dibuat rumah panggung.

Seorang dengan perawakan tinggi dengan kopiah hitam khas melekat di kepala menyambut hangat kedatangan tim mediatani.co. Ia adalah Darmawan Daeng Nassa, sosok dibalik berdirinya Rumah Hijau Denassa.

Alumni Universitas Hasanuddin ini kemudian langsung mengajak mediatani.co melihat koleksi tanaman-tanaman yang dikonservasinya. Dia bilang, dalam area konservasi RHD ini, sudah ada 500 jenis tanaman yang berhasil dikonservasi.

Tidak berhenti di situ, sebuah lokasi lainnya yang berjarak beberapa meter dari RHD yang disebutnya sebagai Sawahku juga dibuka sebagai lahan konservasi. Tak kalah dengan RHD, Sawahku memiliki luas 2 hektar lebih yang dipenuhi tanaman konservasi, bunga-bunga, lahan rawa, juga kolam ikan. Adapula beberapa pondok kecil sebagai tempat peristirahatan.

Di sana, pria 45 tahun ini kemudian menyuguhkan minuman secang yang berasal dari kayu secang berwarna keungunan. Cairan dengan rasa air mineral ini juga diketahui kaya khasiat. Ditemani dengan ubi rebus, suasana wisata alam RHD semakin menambah ketenangan awak mediatani.co.

Tim mediatani.co berdiskusi dengan pendiri Rumah Hijau Denassa, Darmawan Daeng Nassa (kanan) di sela-sela kunjungan di RHD, Minggu (21/3/2021)/Busrah Ardans/Mediatani.co

Darmawan menceritakan, berdirinya RHD itu disebutnya sebagai sebuah rumah konservasi yang menaungi banyak tanaman. Berdiri sejak tahun 2007, rumah yang didirikannya itu, kini menjadi lokasi edukasi atau semacam edukasi wisata sekaligus konservasi bagi ratusan jenis tanaman.

“Kami inisiasi RHD sejak tahun 2007 silam. Dengan tujuan menjadi area konservasi dan edukasi. Sebagai area konservasi itu, kita ingin menyelamatkan keanekaragaman hayati, tumbuhan atau tanaman lokal endemik dan langka. Sebagai sarana edukasi, kita siapkan seperti perpustakaan, tempat diskusi, interaksi, ada media publikasi. Kita juga buat beberapa kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan, kemudian juga kunjungan yang dibuka untuk umum agar siapapun bisa datang untuk belajar,” kisah Deng Nassa sapaannya kepada mediatani.co, saat ditemui di RHD, Minggu (21/3/2021), kemarin.

RHD, lanjut dia merupakan sepenuhnya area konservasi sehingga, tanaman-tanaman yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang akan dilakukan penanaman. Misalnya, di kebun RHD ada tanaman yang dibuat edukasi dan ada juga yang digunakan sendiri seperti sayur, bakal ditanam.

Selain itu, dia juga menyebut, pihaknya mengadopsi teknologi tepat guna seperti bipori, mekanisme penyiraman. Tak ketinggalan, di RHD disediakan pula ruang edukasi lainnya seperti, ruang diskusi, taman baca (perpustakaan). Tidak jarang, edukasi lainnya pun mengunjungi lokasi tertentu untuk megedukasi warga perihal ekosistem di suatu tempat.

Aktivitas RHD sebelum pandemi/IST

Ditanya perihal sasaran pengunjung, pria yang pernah mengajar di Univeristas Hasanuddin ini, menyebut, targetnya mengedukasi semua kalangan, dari anak-anak, mahasiswa hingga umum.

“Karena kalau kita berbicara tentang keanekragaman hayati atau pun edukasi, itu tentu kepada semua usia, tidak ada batasan. Hanya saja, dalam proses kegiatan, banyak diikuti oleh anak-anak. Banyak yang berasal dari warga lokal sendiri (maminasata), institusi pendidikan, komunitas dan lainnya. Yang melibatkan orang dewasa, seperti pendampingan komite sekolah, kemudian penguatan guru,” sebutnya.

Akan tetapi, tidak hanya kunjungan lokal ke RHD, ada pula kunjugan dari warga luar. “Pernah dikunjungi warga asing. Dan itu biasanya mereka datang dalam program kemitraan begitu, tapi ada juga yang pure ingin mengenal keanekaragaman hayati kita”

“Khususnya, mereka ingin mengetahui bagaimana orang-orang dahulu memanfaatkan keanekaragaman hayati itu, bagaimana mekanisme yang mereka melakukan agar itu tetap terjaga. Ada juga yang bertanya perihal kultur tanam yang tersisa di Sulawesi khusunya bugis-makassar,” beber pria yang telah memiliki tiga orang anak ini.

Manfaat lainnya yang diperoleh RHD dalam kunjungan ialah menjadi pertautan antara satu dengan lainnya. Mereka menjadi teman, bermitra, bekerja bersama sehingga itu menjadi sebuah kemanfaatan.

RHD yang selama ini mengandalkan kunjungan wisatawan di lokasinya, kini harus mampu bertahan di tengah masa pandemi yang belum usai. Hal ini pun dikatakan, Deng Nassa sebagai tantangan tersendiri bagi dirinya dan tim.

“Sangat berdampak pada kunjungan. Soalnya dalam pengelolaan RHD juga melibatkan warga setempat, seperti ada warga yang menyiapkan makanan, mendampingi sebagai fasilitator, mendampingi dalam promosi dan segala macamnya. Tapi karena pandemi, sehingga orang tidak bisa lagi dengan leluasa berkunjung. Apalagi kan segmen kita adalah sekolah, sementara sekolah masih pembelajaran jarak jauh. Jadi jangankan outing, datang ke sekolah saja dilarang jadi sepi dan kunjungannya sangat terbatas,” jelasnya.

Tim mediatani.co berdiskusi dengan pendiri Rumah Hijau Denassa, Darmawan Daeng Nassa (kanan) di sela-sela kunjungan di RHD, Minggu (21/3/2021)/Busrah Ardans/Mediatani.co

Selain itu, dengan background yang berbeda di univeristas, awalnya membuatnya cukup sulit meski itu semua dianggapnya sebagai tantangan.

“Saya percaya bahwa tumbuhan, pohon itu bisa bicara, namun manusia pada umumnya termasuk saya tidak memahami bahasa mereka. Jadi saat diselamatkan, tidak tahu apakah dia sakit atau seperti apa. Apalagi saya anak sastra, bukan anak kehutanan, atau biologi yang dilengkapi dengan science dan segala macam. Ya, menurut saya itulah tantangan terbesarnya,” ucapnya, berfilosofi.

Meski begitu, dirinya, keluarga dan anak-anaknya senang melakukannya, karena apa yang dilakukan itu dinilai sebagai upaya menyelamatkan keanekaragaman hayati, khsususnya di Sulsel.

Di samping, dia pun merasa sangat bermanfaat kala ditanya perihal tanaman. “Ya, mungkin karena kemauannya besar, jadi bisa mengenal banyak keanekaragaman hayati secara otodidak. Dari situ juga, membuat saya tahu banyak, karena memaksimalkan seluruh panca indera”

“Bahkan hal yang tak terduga juga datang dari teman-teman akademisi di jurusan pertanian dan science, kita yang bekerja sebagai praktisi di lapangan biasa ditanya, misalnya apa yang dilakukan jika tanaman seperti ini dan itu. Jadi kami merasa punya manfaat di situ,” katanya, sembari sedikit tersenyum.

Dari situ pun dia melihat bahwa minat itu mengalahkan banyak hal. Maka dari itu, sarannya, ketika seorang memiliki minat di satu hal, orang-orang di sekitarnya harus mendukung, bahkan negara harus mendukung itu.

Aktivitas RHD sebelum pandemi/IST

Agar ke depannya, jika seorang itu memiliki banyak ilmu dan kapasitas yang mumpuni orang-orang pun banyak mendapatkan manfaat darinya.

“Jadi sebagai saran juga, seharusnya pendidikan kita diarahkan ke sana saja, agar efisien. Efisien biaya, usia, perasaan dan segala macam. Bayangkan kalau kita menghabiskan waktu dengan belajar di tempat yang bukan minat kita? Ya, pasti akan sia-sia,” sarannya.

Ditanya perihal apa pesan kepada para pemuda, khususnya melinial yang memiliki minat yang sama, atau pun berbeda. Dia berharap agar para pemuda mampu menyalurkan minatnya itu di kampung halamannya.

“Saya sangat senang jika ditanya seperti ini, karena saya merasa telah menjadi salah satu dari contoh pemuda itu. Kadang kita punya banyak peluang, dan tidak banyak orang juga yang memiliki peluang besar, termasuk di kota. Jika kamu seorang pemuda, sudah berikhtiar ke kota misalnya untuk menuntut ilmu, maka saya sarankan setelah itu, pulanglah ke kampung halaman untuk membangun,”

“Karena di kampung halaman juga kita memiliki keluarga, kita bisa guyub kan? Ilmu yang didapatkan di kota bisa diterapkan di kampung. Mewakafkan diri dikampung halaman itu jauh lebih penting, saya melakukannya. Di kampung pun pasti kita memiliki tenaga dan ilmu yang fresh yang pasti dibutuhkan. Apalagi sekarang ada gebrakan mau membangun desa,” harap Deng Nassa kepada pemuda.

Apalagi, ditambahkannya, anak-anak milenial digital native, generasi Y, Z itu memiliki minat yang tinggi di teknologi. Zaman digital saat ini pun sangat menyelamatkan banyak orang di masa pandemi. ”Tapi yang penting jangan mau selamat sendiri. Maka dari itu pulang ke kampung untuk menyelamatkan banyak orang,” pesannya. (*)

 

  • Bagikan